Oleh: Muhammad Reza
- Kesadaran Politik
Pada awal abad XX rakyat pribumi di Hindia Belanda mengalami kondisi yang amat buruk. Penderitaan rakyat pribumi Indonesia tidak terlepas dari kegagalan ekonomi Liberal yang diterapkan oleh pemerintah kolonial pada tahun 1870-1900. Keterpurukan sektor ekonomi masyarakat di Hindia Belanda tidaklah lepas daripada kesadaran politik kaum pribumi itu sendiri. Belanda sangat menyadari bahwa keutungan mereka dalam sektor ekonomi tidaklah terlepas daripada peranan para elit mereka bermain dalam menentukan kebijakan politik. Bagi Penjajah, ekonomi dan politik merupakan dua buah mata koin yang tak terpisahkan. Demi melancarkan misi perekonomiannya, maka sektor politik haruslah dikuasai.
Nampaknya kesadaran politik masyarakat Hindia Belanda di awal tahun 1900-an bergerak merangkak. Tak dapat dipungkiri bahwa selain masalah kesenjangan kesejahteraan dikalangan kaum pribumi, juga kaum pribumi yang hanya sedikit untuk mampu merasakan jenjang pendidikan, akhirnya berimbas terhadap kesadaran politik masyarakat Hindia Belanda. Namun hal tersebut bukan menjadikan suatu halangan bagi kaum pelopor yang sudah memiliki cahaya pelita.
- Peranan Pers
Pers merupakan badan yang membuat penerbitan media massa secara berkala. Secara etimologis, kata Pers dalam Bahasa Belanda berarti “Cetak”. Dengan kata lain, Pers dapat dimaknai sebagai “media massa cetak” atau “media cetak” yang memuat informasi. Pada umumnya, informasi yang dimuat dalam media cetak pada masa Hindia Belanda masih tergantung kepentingan dari penguasa kala itu, yakni kolonial Belanda.
Sejak awal kemunculan Pers sebagaimana Bataviasche Nouvelles pada tahun 1744 yang menjadi surat kabar pertama yang terbit di Hindia Belanda. Dirasakan bahwa keterlibatan kaum pribumi dalam bidang pers pada masa ini masih sangat terbatas, dan lebih di dominasi oleh oleh orang-orang Eropa dan Cina. Selain itu, Bahasa yang digunakan pun masih menggunakan bahasa Belanda. Pada era ini Pers seringkali digunakan untuk kepentingan ekonomi dan misionaris. Barulah di tahun 1854 kaum pribumi mulai berperan aktif dalam kegiatan pers. Sejumlah surat kabar mulai melibatkan orang pribumi seperti, Soerat Chabar Betawie yang terbit pada tahun 1858, kemudian Bromartani yang terbit di Solo tahun 1865, lalu Bintang Timoer di Padang (1865), serta Tjahaja Sijang di Minahasa (1868). Pers pada masa ini menunjukkan pergeseran fungsi dengan mulai menunjukkan fungsi kontrol terhadap pemerintah kolonial. Barulah memasuki abad XX pers semakin memiliki peranan penting dalam perkembangan kemajuan masyarakat pribumi. Pada era ini mulai muncul sejumlah surat kabar yang berasal dari bangsa pribumi. Surat kabar tersebut antara lain Soenda Berita dan Medan Prijaji. Kedua surat kabar ini merupakan sarana bagi kaum pribumi untuk menyuarakan aspirasi politik mereka[1]. Dengan lahirnya Medan Prijaji dalam sejarah pers merupakan pers yang pertama kali secara terang-terangan masuk dalam ranah politik. Masuknya Medan Prijaji dalam ranah politik ini secara langsung menjadikan pers sebagai alat perlawanan terhadap pemerintah kolonial. Langkah Medan Prijaji tergolong radikal mengingat cara-cara yang dilakukan telah membangkitkan kaum pribumi untuk berani melawan pemerintah kolonial, tak jarang mendorong terhadap cara-cara fisik. Seiring perkembangan zaman, pers petelah berubah dari sekedar alat menyampaikan informasi menjadi alat politik untuk mewujudkan aspirasi politik bangsa pribumi sekaligus mendorong kemunculan kesadaran nasional [2].
Melalui infomasi media cetak,
- Munculnya Kaum Terpelajar
[1] Tim Periset Seabad Pers Kebangsaan, Hlm. xiii
[2] Habib. M.F. Pers dan Bangkitnya Kesadaran Nasional Indonesia pada Awal Abad XX. Hlm. 25